FOREST NOT FOR SALE

Image ugi_borneo Image ugi_borneo

Kamis, 14 Agustus 2008

PENTING ! BAHAYA LATEN SEPOTONG SOSIS, NUGGET


Pada awalnya, saya tidak tertarik membaca artikel ini. Salah seorang teman
dekat menyarankan saya membacanya. Artikel yang sangat menarik, tentang
industri makanan yang ternyata berasal dari limbah hewan. Mudah-mudahan artikel
ini memberikan manfaat bagi Anda semua, menambah wawasan kita tentang apa yang
sesungguhnya kita konsumsi atau beli di pasar swalayan.



Petaka Sodom dan Gomora
Oleh: F Rahardi

Flu burung (avian influenza, AI) tiba-tiba menjadi hantu yang sama menakutkan
dengan AIDS. Inilah kutukan dari Sodom dan Gomora modern.
Agroindustri unggas modern sebenarnya telah menentang alam, sekaligus menantang
hukum Allah. Itulah yang harus diubah, bukan hanya sekadar restrukturisasi
menyangkut pembagian kapling. Flu sebenarnya merupakan penyakit lama. Ada tiga
tipe virus influenza: tipe A yang bisa menyerang hewan maupun manusia dan tipe
B serta C yang hanya bisa menyerang manusia. Virus tipe A masih terdiri atas
beberapa subtipe, yakni H (1-15) dan N (1-9). AI sendiri sudah terdeteksi sejak
1978 di Italia, tetapi AI subtipe baru dengan virus H5N1 pertama kali
terdeteksi di Hongkong tahun 1997. Sejak itu, flu burung menjadi mirip AIDS,
menimbulkan gejolak atas bisnis perunggasan, sekaligus mengancam hidup manusia.

Ketika AI menyerang unggas, virus ini belum menjadi wabah yang mendunia.
Agroindustri perunggasan lalu menjadi massal dan mendunia, dengan benih
(DOC/DOD), pakan, hormon pertumbuhan, antibiotik, dan obat-obatan dalam dosis
tinggi secara intensif. Inilah pemicu utama terciptanya virus subtipe baru.
Terlebih setelah agroindustri peternakan hanya mementingkan keuntungan, tanpa
memikirkan dampak negatif yang ditimbulkan.

Wabah sapi gila di Inggris juga seperti kutukan. Virus penyakit gila ini
sebenarnya hanya berjangkit pada domba, dan tidak pernah menjadi wabah. Namun,
agroindustri peternakan di Inggris terlalu rakus. Limbah dari rumah potong
hewan, terutama tulang-tulang-terdiri tulang domba, kambing, sapi, babi, dan
ternak lain-digiling dan dicampurkan ke konsentrat. Tujuannya adalah efisiensi.
Dampaknya, terjadi degradasi genetik dan penularan penyakit. Penyakit gila yang
sebelumnya hanya menyerang domba berjangkit pula ke sapi.

"Nuggets" dan sosis tulang Pada agroindustri perunggasan, terutama ayam
petelur, yang akan dipelihara hanyalah DOC betina. DOC jantan harus dibuang.
Jika DOC jantan diberikan kepada ikan, dampak negatifnya hampir tidak ada.
Namun sekali lagi demi efisiensi, DOC jantan langsung dimasukkan ke
penggilingan dan dicampurkan ke pakan. "Kanibalisme" inilah antara lain yang
telah mengakibatkan degradasi genetik, sekaligus ikut berperan memicu
terciptanya virus AI subtipe baru.

Namun itu semua belum terlalu mengerikan. Kini, tampaknya konsumen kurang jeli
melihat (atau tidak menduga) sosis (sapi dan ayam), nuggets (ayam), dan kornet
(sapi), yang dikonsumsi, sebenarnya bukan berasal dari daging, tetapi limbah
tulang-belulang. Limbah rumah pemotongan hewan dan rumah pemotongan ayam selalu
menghasilkan limbah berupa tulang keras, tulang rawan, sumsum, urat, dan
sedikit serat daging yang masih melekat di permukaan tulang. Tulang kerasnya
dipisahkan disebut MBM atau meat and bone meal. Ini merupakan bahan campuran
industri pakan ternak, termasuk unggas.

Tulang rawan, urat, sumsum, dan daging disebut meat and bone meal (MDM). Produk
inilah yang semula menjadi bahan campuran industri sosis, kornet, dan nuggets.
Kini, MDM menjadi bahan utama makanan pabrik itu. Terlebih dalam sosis ayam.
Yang dimaksud MDM unggas sebenarnya semua limbah dr seekor ayam digiling, sebab
sekeras apa pun tulang ayam masih amat lunak untuk menjadi sosis dan nuggets.
Kita tidak pernah diberi tahu oleh Asosiasi Produsen Makanan Olahan Daging
(National Association Meat Producer = NAMPA ), berapa persen sebenarnya
kandungan MDM pada tiap sepotong sosis dan nuggets. Jangan-jangan sudah 100
persen bukan daging asli lagi?

Pola industri ternak seperti ini sebenarnya sudah melawan hukum alam, sekaligus
hukum Allah sang pencipta. Sapi dan domba aslinya herbivora, pemakan tumbuhan.
Dalam industri modern mereka dipaksa menjadi karnivora, bahkan kanibal, makan
sisa-sisa hewan lain. Unggas makan biji-bijian dan kadang serangga serta
cacing. Tetapi mereka tidak pernah kanibal. Bahkan elang dan gagak yang
karnivora pun tidak pernah kanibal. Tetapi manusia telah memaksa ayam dan itik
menjadi seekor kanibal. Bahkan DOC, anak ayam yang baru menetas pun, harus
kembali digiling untuk dimakan oleh induk-induk mereka. Ini sudah lebih sadis
dibanding kisah Sodom dan Gomora.

Limbah dari AS

Rakyat AS relatif cerdas dalam melihat "penyimpangan" atas hukum alam ini.
Selain cerdas, mereka kaya. Itu sebabnya mereka tidak menyantap bagian lain
dari ayam, kecuali daging dada. Kulit, daging paha, daging sayap, hati, ampela,
tabu disantap. Apalagi kepala, leher, pantat, dan ceker. Semua itu harus
dibuang. Lembaga konsumen AS juga ketat hingga limbah itu tidak bisa digiling
begitu saja dan dijadikan pakan ternak lain. Kasus sapi gila di Inggris membuat
rakyat AS lebih waspada.

Ke manakah limbah yang masih layak makan itu dibuang? Tentu ke negara yang
penduduknya banyak negara berkembang dan ekonominya lemah. Sasaran utama
membuang paha dan sayap ayam adalah RRC, India, dan Indonesia .

MDM hasil penggilingan limbah unggas juga dibuang ke negara berkembang dan
negara miskin. Untuk sarana pembuangan, kota-kota besar di negara berkembang
siap dengan restoran cepat saji(fast food) dan pasar swalayan. Saat memungut
sosis ayam dan nuggets, ibu-ibu pasti tak pernah membayangkan, bahan utama
produk itu bukan daging, tetapi limbah sisa-sisa hewan ternak dari negara
maju.....

Sebenarnya pemerintah harus mulai memperkuat agroindustri perunggasan
tradisional peternakan itik sebagai penyeimbang. Kelembagaan peternakan rakyat
ini sebenarnya sudah amat kuat. Hanya alokasi modal dan fasilitas lain tidak
pernah tertuju ke mereka, sebab mereka bukan pengusaha yang punya kapling dalam
Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (Gappi). Jika para peternak itik yang
sudah massal pun tak tersentuh perhatian pemerintah, ayam kampung lebih tak
terperhatikan lagi. Rakyat memang harus tabah dalam menerima petaka Sodom dan
Gomora modern berupa wabah flu burung.

Tidak ada komentar: